BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
A. Latar Belakang
Makalah ini
kami susun sebagai salah satu syarat dalam pelaksanaan tugas mata kuliah Semantik
dengan pokok bahasan Semiotika. Sebagai makhluk yang hidup di dalam
masyarakat dan selalu melakukan interaksi dengan masyarakat lainnya tentu
membutuhkan suatu alat komunikasi agar bisa saling memahami tentang suatu hal. Perlu dipahami salah satun yang perlu dipelajari adalah tanda. Supaya tanda itu bisa dipahami
secara benar dan sama membutuhkan konsep yang sama agar tidak terjadi misunderstanding atau salah pengertian.
Ilmu yang membahas tentang tanda disebut semiotik ( the study of signs ). Oleh karena itu, penting
bagi kita untuk memahami Semiotika.
1.2.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan semiotika?
2.
Bagaimana pengertian semiotika
menurut para ahli?
3.
Apa saja macam-macam semiotika?
4.
Apa saja tipe-tipe tanda?
5.
Bagaimana sistem dari semiotika?
6.
Bagaimana fungsi tanda baca dalam
suatu konteks kalimat?
1.3.
Tujuan
1.
Memahami pengertian dari semiotika.
2.
Memahami pengertian semiotika dari
para ahli.
3.
Mengetahui macam-macam semiotika.
4.
Mengetahui tipe-tipe tanda.
5.
Mengetahui sitem dari semiotika.
6.
Mengetahui fungsi tanda baca dalam
suatu konteks kalimat.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Pengertian Semiotika
Secara
etimologis, semiotik berasal dari kata Yunani “Semion” yang berarti “Tanda”.
Tanda itu sendiri diartikan sebagai sesuatu yang dapat mewakili sesuatu yang
lain. Contohnya : asap bertanda adanya api.
Secara
Terminologis, semiotik dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan
peristiwa yang terjadi di seluruh dunia sebagai tanda.
Adapun nama
lain dari semiotika adalah semiologi. Jadi, sesunguhnya
kedua istilah ini mengandung pengertian yang persis sama, walaupun penggunaan
salah satu dari kedua istilah tersebut biasanya menunjukkan pemikiran
pemakainya; mereka yang bergabung dengan Peirce menggunakan kata semiotika,dan
mereka yang bergabung dengan Saussure menggunakan kata semiologi
2.2.
Pengertian Semiotika Menurut Para Ahli
·
C.S Peirce
Peirce
mengemukakan teori segitiga makna atau
triangle meaning yang terdiri dari tiga elemen utama, yakni tanda (sign), object, dan interpretant.
Tanda adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap oleh panca
indera manusia dan merupakan sesuatu yang merujuk (merepresentasikan) hal lain
di luar tanda itu sendiri. Tanda menurut Peirce terdiri dari simbol (tanda yang
muncul dari kesepakatan), ikon (tanda yang
muncul dari perwakilan fisik) dan indeks (tanda yang
muncul dari hubungan sebab-akibat). Sedangkan acuan tanda ini disebut
objek.Objek atau acuan tanda adalah konteks sosial yang menjadi referensi dari
tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda.
Interpretan atau pengguna tanda
adalah konsep pemikiran dari orang yang menggunakan tanda dan menurunkannya ke
suatu makna tertentu atau makna yang ada dalam benak seseorang tentang objek
yang dirujuk sebuah tanda. Hal yang
terpenting dalam proses semiosis adalah
bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang saat
berkomunikasi.
Contoh: Saat
seorang wanita mengenakan jilbab, maka wanita itu sedang mengomunikasikan
mengenai dirinya kepada orang lain yang bisa jadi memaknainya sebagai simbol
kemuslimahan.
·
Ferdinand De Saussure
Teori
Semiotik ini dikemukakan oleh Ferdinand De Saussure (1857-1913). Teori ini semiotik dibagi menjadi dua bagian (dikotomi) yaitu penanda (signifier) dan pertanda (signified). Penanda dilihat sebagai
bentuk/wujud fisik dapat dikenal melalui wujud karya arsitektur, sedang
pertanda dilihat sebagai makna yang terungkap melalui konsep, fungsi dan/atau
nilai-nlai yang terkandung di dalam karya
arsitektur. Eksistensi semiotika Saussure adalah relasi antara penanda dan
petanda berdasarkan konvensi, biasa disebut dengan signifikasi. Semiotika
signifikasi adalah sistem tanda yang mempelajari relasi elemen tanda dalam
sebuah sistem berdasarkan aturan atau konvensi tertentu.Kesepakatan sosial
diperlukan untuk dapat memaknai tanda tersebut.
Saat
berkomunikasi, seseorang menggunakan tanda untuk mengirim makna tentang objek
dan orang lain akan menginterpretasikan tanda tersebut. Objek bagi Saussure
disebut “referent”. Hampir serupa dengan Peirce yang mengistilahkan interpretant untuk signified dan object untuk
signifier, bedanya Saussure memaknai
“objek” sebagai referen dan menyebutkannya sebagai unsur tambahan dalam proses
penandaan. Contoh: ketika orang menyebut kata “anjing” (signifier) dengan nada mengumpat maka hal tersebut merupakan tanda
kesialan (signified). Begitulah,
menurut Saussure, “Signifier dan signified merupakan kesatuan, tak dapat
dipisahkan, seperti dua sisi dari sehelai kertas”.
·
Roland Barthes
Teori ini dikemukakan
oleh Roland Barthes (1915-1980), dalam teorinya tersebut Barthes mengembangkan
semiotika menjadi 2 tingkatan pertandaan, yaitu tingkat denotasi dan konotasi. Denotasi adalah tingkat pertandaan
yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda pada realitas, menghasilkan makna
eksplisit, langsung, dan pasti. Konotasi adalah tingkat pertandaan yang
menjelaskan hubungan penanda dan petanda yang di dalamnya beroperasi makna yang
tidak eksplisit, tidak langsung, dan tidak pasti (Kusumarini,2006).
Roland Barthes
adalah penerus pemikiran Saussure. Saussure tertarik pada cara kompleks
pembentukan kalimat dan cara bentuk-bentuk kalimat menentukan makna, tetapi
kurang tertarik pada kenyataan bahwa kalimat yang sama bisa saja menyampaikan
makna yang berbeda pada orang yang berbeda situasinya.
Roland
Barthes meneruskan pemikiran tersebut dengan menekankan interaksi antara teks
dengan pengalaman personal dan kultural penggunanya, interaksi antara konvensi
dalam teks dengan konvensi yang dialami dan diharapkan oleh penggunanya.
Gagasan Barthes ini dikenal dengan “order of signification”, mencakup denotasi
(makna sebenarnya sesuai kamus) dan konotasi (makna ganda yang lahir dari
pengalaman kultural dan personal). Di sinilah titik perbedaan Saussure dan
Barthes meskipun Barthes tetap mempergunakan istilah signifier-signified yang
diusung Saussure.
Barthes juga
melihat aspek lain dari penandaan yaitu “mitos” yang menandai suatu masyarakat.
“Mitos” menurut Barthes terletak pada tingkat kedua penandaan, jadi setelah
terbentuk sistem sign-signifier-signified,
tanda tersebut akan menjadi penanda baru yang kemudian memiliki petanda kedua
dan membentuk tanda baru. Jadi, ketika suatu tanda yang memiliki makna konotasi
kemudian berkembang menjadi makna denotasi, maka makna denotasi tersebut akan
menjadi mitos.
Misalnya:
Pohon beringin yang rindang dan lebat menimbulkan konotasi “keramat” karena
dianggap sebagai hunian para makhluk halus. Konotasi “keramat” ini kemudian
berkembang menjadi asumsi umum yang melekat pada simbol pohon beringin,
sehingga pohon beringin yang keramat bukan lagi menjadi sebuah konotasi tapi
berubah menjadi denotasi pada pemaknaan tingkat kedua. Pada tahap ini, “pohon
beringin yang keramat” akhirnya dianggap sebagai sebuah mitos.
Secara
ringkas teori dari Barthes ini dapat diilustrasikan sebagai berikut:
Dalam
menelaah tanda, kita dapat membedakannya dalam dua tahap. Pada tahap pertama, tanda dapat dilihat latar belakangnya pada (1) penanda
dan (2) petandanya.Tahap ini lebih melihat tanda secara denotatif. Tahap
denotasi ini baru menelaah tanda secara bahasa. Dari pemahaman bahasa ini, kita
dapat masuk ke tahap kedua, yakni menelaah tanda secara konotatif. Pada tahap
ini konteks budaya, misalnya, sudah ikut berperan dalam penelaahan tersebut. Pada contoh di atas, pada tahap I, tanda berupa BUNGA MAWAR
ini baru dimaknai secara denotatif, yaitu penandanya berwujud dua kuntum mawar
pada satu tangkai. Jika dilihat konteksnya, bunga mawar itu memberi
petanda mereka akan mekar bersamaan di tangkai tersebut. Jika tanda pada
tahap I ini dijadikan pijakan untuk masuk ke tahap II, maka secara konotatif
dapat diberi makna bahwa bunga mawar yang akan mekar itu merupakan hasrat cinta
yang abadi. Bukankah dalam budaya kita, bunga adalah lambang cinta? Atas dasar ini, kita dapat sampai pada tanda (sign) yang lebih dalam
maknanya, bahwa hasrat cinta itu abadi
seperti bunga yang tetap bermekaran di segala masa. Makna denotatif dan
konotatif ini jika digabung akan membawa kita pada sebuah mitos, bahwa kekuatan
cinta itu abadi dan mampu mengatasi segalanya.
2.3.
Macam-macam Semiotika
1.
Semiotik Analitik
Semiotik
analitik adalah semiotik yang menganalisis sistem tanda.
2.
Semiotik Deskriptif
Semiotik
deskriptif adalah semiotik yang
memperhatikan sistem tanda yang dapat kita alami sekarang, meskipun ada tanda
yang sejak dahulu tetap seperti yang disaksikan sekarang.
3.
Semiotik Faunal (Zoo Semiotic)
Semiotik
Faunal adalah semiotik yang khusus memperhatikan sistem tanda yang dihasilkan
oleh hewan.misalnya aungan srigala menandakan adanya serigala di tempat aungan
terdengar.
4.
Semiotik Kultural
Semiotik
kultural adalah semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang berlaku dalam
kebudayaan masyarakat tertentu.
5.
Semiotik Naratif
Semiotik naratif adalah semiotik yang menelaah sistem tanda dalam narasi yang
berwujud mitos dan cerita lisan (folkkore).
6.
Semiotik Natural
Semiotik
natural adalah semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh
alam. Misalnya cuaca yang mendung menandakan akan terjadinya hujan.
7.
Semiotik Normatif
Semiotik
normatif adalah semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang di buat oleh
manusia yang berwujud norma-norma, misalnya rambu-rambu lalu lintas.
8.
Semiotik Sosial
Semiotik
sosial adalah semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh
manusia yang berupa lambang.
9.
Semiotik Struktural
Semiotik
struktural adalah semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang
dimanifestasikan melalui struktur bahasa.
2.4.
Tipe-tipe
Tanda
- Ikon
Sesuatu yang
melaksanakan fungsi sebagai penanda yang serupa dengan bentuk objeknya. Di dalam ikon hubungan antara penanda dan petanda-nya memiliki kesamaan dalam beberapa kualitas. Suatu peta atau lukisan bisa
dikatakan sebagai ikon karena memiliki kemiripan rupa dengan objeknya. Contoh
lain adalah rambu-rambu lalu lintas seperti “Awas, banyak
anak-anak!” ,”Rambu lampu lalu-lintas” semua itu
memiliki kemiripan visual atau bisa juga disebut ”meniru” dengan objeknya.
- Indeks
Indeks
merupakan tanda yang memiliki keterikatan eksistensi terhadap
petandanya atau objeknya atau sesuatu yang
melaksanakan fungsi sebagai penanda yang mengisyaratkan penandanya. Di dalam
indeks, hubungan antara penanda dengan petandanya bersifat nyata dan aktual.
Misalnya bau kentut pertanda ada
orang yang baru saja kentut di tempat itu, tanda panah menunjukkan kanan
dibawahnya bertuliskan “SOLO 20 KM” adalah indeks bahwa ke kanan 20 kilometer
lagi adalah kota Solo, begitu juga dengan tombol-tombol atau link dalam situs
web merupakan indeks untuk menuju halaman web
yang dimaksud.
- Ø Simbol
Simbol merupakan
tanda yang bersifat konvensional. Tanda-tanda linguistik umumnya merupakan
simbol. Jadi, simbol adalah suatu tanda yang
sudah ada aturan atau kesepakatan yang dipatuhi bersama, simbol ini tidak
bersifat global karena setiap daerah memiliki simbol-simbol tersendiri seperti
adat istiadat daerah yang satu belum tentu sama dengan adat-istiadat daerah
yang lainnya. Simbol palang putih
dengan latar belakang merah sudah disepakati secara internasional bahwa tanda
itu berarti “stop” atau larangan masuk.
2.5.
Sistem
Semiotika
Sistem semiotika dibedakan dalam
tiga komponen sistem.
- Semiotik Pragmatik (semiotic pragmatic)
Semiotik
Pragmatik menguraikan tentang asal usul tanda, kegunaan tanda oleh yang
menerapkannya, dan efek tanda bagi yang menginterpretasikan, dalam batas
perilaku subyek. Di dalam
arsitektur, semiotik prakmatik merupakan tinjauan tentang pengaruh arsitektur
(sebagai sistem tanda) terhadap manusia dalam menggunakan bangunan. Semiotik Pragmatik
Arsitektur berpengaruh terhadap indera manusia dan perasaan pribadi
(kesinambungan, posisi tubuh, otot, dan
persendian). Hasil karya arsitektur akan dimaknai sebagai suatu hasil persepsi
oleh pengamatnya, hasil persepsi tersebut kemudian dapat mempengaruhi pengamat
sebagai pemakai dalam menggunakan hasil karya arsitektur. Dengan kata lain,
hasil karya arsitektur merupakan wujud yang dapat mempengaruhi pemakainya.
- Semiotik Sintaktik (Semiotic Syntactic)
Semiotik
Sintaktik menguraikan tentang kombinasi tanda tanpa memperhatikan ‘makna’nya
ataupun hubungannya terhadap perilaku subyek. Semiotik Sintaktik ini
mengabaikan pengaruh akibat bagi subyek yang menginterpretasikan.Di dalam arsitektur, semiotik sintaktik merupakan tinjauan
tentang perwujudan arsitektur sebagai paduan dan kombinasi dari berbagai sistem
tanda. Hasil karya arsitektur akan dapat diuraikan secara komposisional dan ke
dalam bagian-bagiannya, hubungan antar bagian dalam keseluruhan akan dapat
diuraikan secara jelas.
- Semiotik Semantik (Semiotic Semantic)
Semiotik Semnatik menguraikan tentang pengertian suatu tanda sesuai dengan ‘arti’ yang disampaikan. Arsitektur semiotik semantik merupakan tinjauan tentang sistem tanda yang
dapat sesuai dengan arti yang disampaikan. Hasil karya arsitektur merupakan perwujudan makna yang ingin disampaikan
oleh perancangnya yang disampaikan melalui ekspresi wujudnya. Wujud tersebut
akan dimaknai kembali sebagai suatu hasil persepsi oleh pengamatnya. Perwujudan
makna suatu rancangan dapat dikatakan berhasil jika makna atau ‘arti’ yang
ingin disampaikan oleh perancang melalui rancangannya dapat dipahami dan
diterima secara tepat oleh pengamatnya, jika ekspresi yang ingin disampaikan
perancangnya sama dengan persepsi pengamatnya.
2.6. Macam-macam
tanda baca dan fungsinya
1. Tanda titik (.)
Fungsi dan pemakaian tanda titik:
- Untuk mengakhiri sebuah kalimat yang bukan
pertanyaa atau seruan,
- Pada akhir singkatan nama orang,
- Diletakan pada akhir sinkatan gelar, jabatan,
pangkat dan sapaan,
- Pada singkatan kata atau ungkapan yang sudah
sangat umum,
- Dibelakang angka tau huruf dalam suatu bagan,
ikhtisar atau daftar, dll.
2. Tanda Koma (,)
Fungsi dan pemakaian tanda koma antara lain:
- Memisahkan unsur-unsur dalam suatu pemerincian
atau pembilang,
- Memisahkan anak kalimat dari induk kalimat
apabila anak kalimat tersebut mendahului induk kalimat,
- Memisahkan petikan langsung dari bagian lain
dakam kalimat, dll.
3. Tanda Seru (!)
- Tanda
seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan berupa seruan atau perintah
atau yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaa, atau rasa emosi yang
kuat.
4. Tanda Titik Koma (;)
Fungsi dan pemakaian titik koma adalah:
- Memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis
atau setara
- Memisahkan kalimat yang setara didalam satu
kalimat majemuk sebagai pengganti kata penghubung.
5. Tanda Titik Dua (:)
Tanda Titik Dua digunakan dalam hal-hal sebagai berikut
- Pada akhir suatu pernyataan lengkap bila diikuti
rangkaian atau pemerian.
- Pada kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian
- Dalam teks drama sesudah kata yang menunjukan
pelaku dalam percakapan
- Di antara jilid atau nomor buku/ majalah dan
halaman. antara bab dan ayat dalam kitab suci, atau antara judul dan anak
judul suatu karangan.
6. Tanda Hubung (-)
Tanda hubung dipakai dalam hal-hal seperti berikut:
- Menyambung suku-suku kata yang terpisah oleh
pergantian baris,
- Menyambung unsur-unsur kata ulang
- Merangkai unsur bahasa Indonesia dengan unsur
bahasa asing----
7. Tanda Elipsis (...)
Tanda elipsis dipergunakan untuk menyatakan hal-hal seperti berikut
- Mengambarkan kalimat yang terputus-putus
- Menunjukan bahwa satu petikan ada bagian yang
dihilangkan
8. Tanda Tanya (?)
- Tanda tanya selalunya dipakai pada setiap akhir
kalimat tanya.
- Tanda tanya yang dipakai dan diletakan didalam
tanda kurung menyatakan bahwa kalimat yang dimaksud disangsikan atau
kurang dapat dibuktikan kebenarannya.
9. Tanda Kurung ( )
Tanda kurung dipakai dalam ha-hal berikut
- Mengapit
tambahan keterangan atau penjelasan
- Mengapit
keterangan atau penjelasan yang bukan bagian pokok pembicaraan
- Mengapit
angka atau huruf yang memerinci satu seri keterangan
10. Tanda Kurung Siku ( {..} )
Tanda kurung siku digunakan untuk:
- Mengapit huruf, kata atau kelompok kata sebagai
koreksi atau tambahan pada akhir kalimat atau bagian kalimat yang ditulis
orang lain
- Mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang
sudah bertanda kurung
11. Tanda Petik ("...")
Fungsi tanda petik adalah:
- Mengapit
petikan lagsung yang berasal dari pembicaraan, naskah atau bahan tertulis
lain
- Mengapit
judul syair, karangan, bab buku apabila dipakai dalam kalimat
- Mengapit
istilah kalimat yang kurang dikenal
12. Tanda Petik Tunggal ('..')
Tanda Petik tunggal mempunyai fungsiL
- Mengapit
petikan yang tersusun di dalam petikan lain
- Mengapit
terjemahan atau penjelasan kata atau ungkapan asing
13. Tanda Garis Miring (/)
- Tanda
garis miring dipakai dalam penomoran kode surat
- Tanda
garis miring dipakai sebagai pengganti kata dan, atau, per atau nomor
alamat
14. Tanda Penyingkat (Apostrof) (')
- Tanda Apostrof menunjukan penghilangan bagian
kata.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara umum
semiotika adalah ilmu yang membahas tentang tanda ( the study of signs ). Tokoh dalam Semiotika antara lain yaitu C.S
Pierce mengemukakan teori segitiga makna atau triangle meaning yang terdiri
dari tiga elemen utama, yakni tanda (sign), object, dan interpretant. Ferdinand
De Saussure membagi semiotika menjadi dua bagian (dikotomi) yaitu penanda
(signifier) dan pertanda (signified). Roland Barthes dalam teorinya
tersebut Barthes mengembangkan semiotika menjadi 2 tingkatan pertandaan, yaitu
tingkat denotasi dan konotasi.
Macam-macam
Semiotika ada 9 yaitu Semiotik Analitik, Semiotik Deskriptif, Semiotik Faunal (Zoo Semiotic), Semiotik
Kultural, Semiotik Natural, Semiotik Normatif, Semiotik Sosial, dan Semiotik
Struktural.
Tipe-tipe
tanda antara lain Ikon (sesuatu yang melaksanakan fungsi sebagai penanda yang
serupa dengan bentuk objeknya), Indeks (sesuatu yang melaksanakan funsi sebagai
penanda yang mengisyaratkan penandanya), dan Simbol (Sesuatu yang melaksanakan
fungsi sebagai penanda yang oleh kaidah secara konvensi telah lazim di gunakan
dalam masayarakat).
Sistem
Semiotika ada 3 yaitu Semiotik Pragmatik (menguraikan tentang asal usul tanda,
kegunaan tanda oleh yang menerapkannya, dan efek tanda bagi yang
menginterpretasikan, dalam batas perilaku subyek), Semiotik Sintaktik
(menguraikan tentang kombinasi tanda tanpa memperhatikan ‘makna’nya ataupun
hubungannya terhadap perilaku subyek), dan Semiotik Sematik (menguraikan
tentang pengertian suatu tanda sesuai dengan ‘arti’ yang disampaikan).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar