Senin, 03 Desember 2012

LATAR BELAKANG PENAMAAN, PENGISTILAHAN DAN PENDEFiNISIAN



Tugas Semantik
LATAR BELAKANG PENAMAAN, PENGISTILAHAN DAN PENDEFiNISIAN

Disusun OLEH :

AFRIYANTI SIHOMBING
ARI NOVITA
ARIF YUANDANA SINAGA
ARI SANDI
ARLILI ETESA PURBA
BINTANG T. SINAMBELA
CUT CAHYANI
http://a4.sphotos.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-snc3/20869_128758363828930_100000843002673_141536_6796933_n.jpgDESY MARETTA SEMBIRING









JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2012



Kata Pengantar

            Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik. Kami mengucapkan terimakasih kepada Ibu dosen Muharina Harahap sebagai dosen pembimbing kami dalam mata kuliah Semantik. Penyusunan makalah ini dimaksudkan agar siswa mengetahui tentang “Latar Belakang Penanamaan, Pengistilahan dan Pendefinisian. Mudah-mudahan dengan disusunnya makalah ini, pembaca dapat mengambil manfaat maupun kegunaan bagi dirinya.
Tugas ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena, itu penulis mengharapkan kritik dan saran pembaca untuk menyempurnakannya. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih.








                                                                                                                   Medan, Oktober 2012



                                                                                                                        Kelompok 5




DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR………………………………………………………………            i

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………          ii


BAB I PENDAHULUAN
a. Latar belakang
....………………………………………………………………….            1
b. Rumusan masalah ...………………………………………………………………              1
c.
Tujuan .....................………………………………………………………………            1

BAB II PEMBAHASAN
Penamaan,  pendefenisian dan pengistilahan  ……………………………………….                2
·         Penamaan ...............................................................................................................               2-6
·         Pengistilahan ...........................................................................................................                 7
·         Pendefinisian .............................................................................................................             7-9

BAB III PENUTUP
Kesimpulan……………………....……………………………………………….           10

DAFTAR PUSTAKA.……………………
.……………………………………….             11




BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Penulisan ini mengemukakan tentang latar belakang penamaan, pendefinisian dan pengistilahan. Penamaan, pengistilahan, pendefinisaian adalah proses pelambangan suatu konsep untuk mengacu kepada suatu referen. Referen adalah benda atau orang tertentu yang diacu oleh kata atau untaian kata dalam kalimat atau konteks tertentu (KBBI, 2002: 939).

1.2 Rumusan Masalah
Sesuai dengan judul makalah kami, latar belakang penamaan, pendefinisian dan pengistilahan, maka yang menjadi masalahnya dapat diidentifikasi sebagai berikut:
     1.      Apa yang dimaksud dengan penamaan?
     2.      Apa yang dimaksud dengan pendefinisian?
     3.      Apa yang dimaksud dengan pengistilahan?

1.3 Tujuan
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah tersebut, masalah-masalah yang dibahas dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.      Agar kita memahami apa yang dimaksud dengan penamaan.
2.      Agar kita memahami apa yang dimaksud dengan pendefenisian.
3.      Agar kita memahami apa yang dimaksud dengan pengistilahan.





BAB II
PENAMAAN, PENGISTILAHAN DAN PENDEFINISIAN
Penamaan dan pendefinisian adalah dua buah proses pelambangan suatu konsep untuk mengacu kepada sesuatu referen yang berada di luar bahasa. Referen adalah benda atau orang tertentu yang diacu oleh kata atau untaian kata dalam kalimat atau konteks tertentu. (KBBI, 2002: 939) Referen yaitu kemampuan kata untuk mengacu pada makna tertentu. Referensi berhubungan erat dengan makna, jadi referensi merupakan salah satu sifat makna leksikal.  Kedua proses ini walaupun banyak kesamaannya tetapi banyak pula perbedaannya. Keduanya akan jelas terlihat dari penjelasan berikut ini.

2.1 Penamaan

Antara suatu satuan bahasa sebagai lambang misalnya kata. Dengan sesuatu yang dilambangkannya bersifat sewenang-wenang dan tidak ada hubungan “wajib” di antara keduanya. Jika sebuah nama sama dengan lambang untuk sesuatu yang dilambangkannya, berarti pemberian nama itu pun bersifat arbitrer, tidak ada hubungan wajib sama sekali.
Misalnya antara kata <kuda> dengan benda yang diacunya yaitu seekor binatang yang biasa dikendarai atau dipakai menarik pedati, tidak bisa dijelaskan sama sekali. Lagi pula andaikata ada hubungannya antara lambang dengan yang dilambangkannya itu, tentu orang Jawa tidak akan menyebutnya <jaran>, orang Inggris tidak akan menyebutnya <horse>, dan orang Belanda tidak akan menyebutnya <paard>. Tentu mereka semuanya akan menyebutnya juga <kuda>, sama dengan orang Indonesia.
Walaupun demikian, secara kontemporer kita masih dapat menelurusi sebab-sebab atau peristiwa-peristiwa yang melatarbelakangi terjadinya penamaan atau penyebutan terhadap sejumlah kata yang ada dalam leksikon bahasa Indonesia.


2.1.1  Peniruan Bunyi
Dalam bahasa Indonesia ada sejumlah kata yang terbentuk sebagai hasil peniruan bunyi. Maksudnya, nama-nama benda atau hal tersebut dibentuk berdasarkan bunyi dari benda tersebut atau suara yang ditimbulkan oleh benda tersebut.
Misalnya, binatang sejenis reptil kecil yang melata di dinding disebut cecak karena bunyinya “cak, cak, cak-“. Begitu juga dengan tokek diberi nama seperti itu karena bunyinya “tokek, tokek”. Contoh lain meong nama untuk kucing, gukguk nama untuk anjing, menurut bahasa kayak-kanak, karena bunyinya begitu.
Kata-kata yang dibentuk berdasarkan tiruan bunyi ini disebut kata peniru bunyi atau onomatope.

2.1.2  Penyebutan Bagian
Penamaan suatu benda atau konsep berdasarkan bagian dari benda itu, biasanya berdasarkan ciri khas yang dari benda tersebut dan yang sudah diketahui umum.
Misalnya kata kepala dalam kalimat Setiap kepala menerima bantuan beras 10 kg. Bukanlah dalam arti “kepala“ itu saja, melainkan seluruh orangnya sebagai satu kesatuan (pars pro toto, menyebut sebagian untuk keseluruhan).
Contoh lainnya yaitu kata Indonesia dalam kalimat Indonesia memenangkan medali emas di olimpiade. Yang dimaksud adalah tiga orang atlet panahan putra (tótem pro parte, menyebut keseluruhan untuk sebagian.)

2.1.3 Penyebutan Sifat Khas
Penyebutan sifat khas adalah penamaan sesuatu benda berdasarkan sifat yang khas yang ada pada benda itu yang hampir sama dengan pars pro toto. Gejala ini merupakan peristiwa semantik karena dalam peristiwa ini terjadi transposisi makna dalam pemakaian yakni perubahan dari kata sifat menjadi kata benda. Di sini terjadi perkembangan yaitu berupa ciri makna yang disebut dengan kata sifat itu mendesak kata bendanya karena sifatnya yang amat menonjol itu; sehingga akhirnya, kata sifatnya itulah yang menjadi nama bendanya. Umpamanya, orang yang sangat kikir lazim disebut si kikir atau si bakhil. Yang kulitnya hitam disebut si hitam, dan yang kepalanya botak disebut si botak.
Di dalam dunia politik dulu ada istilah golongan kanan dan golongan kiri. Maksudnya, golongan golongan kanan untuk menyebut golongan agama dan golongan kiri untuk menyebut golongan komunis.

2.1.4 Penemu dan Pembuat
Nama benda dalam kosa kata bahasa Indonesia yang dibuat berdasarkan nama penemunya, nama pabrik pembuatnya, atau nama dalam peristiwa sejarah disebut dengan istilah appelativa.
Nama-nama benda yang berasal dari nama orang, antara lain, kondom yaitu sejenis alat kontrasepsi yang dibuat oleh Dr. Condom; mujahir atau mujair yaitu nama sejenis ikan air tawar yang mula-mula ditemukan dan diternakan oleh seorang petani yang bernama Mujair di Kediri, Jawa Timur. Selanjutnya, dalam dunia ilmu pengetahuan kita kenal juga nama dalil, kaidah, atau aturan yang didasarkan pada nama ahli yang membuatnya. Misalnya, dalil arkhimides, hukum kepler, hukum van der tunk, dan sebagainya.
Nama orang atau nama pabrik dan merek dagang yang kemudian menjadi nama benda hasil produksi itu banyak pula kita dapati seperti aspirin obat sakit kepala, ciba obat sakit perut, tipp ex koreksi tulisan, miwon bumbu masak, dan lain sebagainya.
Dari peristiwa sejarah banyak juga kita dapati nama orang atau nama kejadian yang kemudian menjadi kata umum. Misalnya kata boikot, bayangkara, laksamana, Lloyd, dan sandwich. Pada mulanya kata bayangkara adalah nama pasukan pengawal keselamatan raja pada zaman Majapahit. Lalu, nama ini kini dipakai sebagai nama korps kepolisian R.I. Kata laksamana yang kini dipakai sebagai nama dalam jenjang kepangkatan pada mulanya adalah nama salah seorang tokoh dalam wiracarita Ramayana. Laksamana adik Rama dalam cerita itu memang terkenal sebagai seorang pahlawan. Kata boikot berasal dari nama seorang tuan tanah di Iggris Boycott, yang karena tindakannya yang terlalu keras pada tahun 1880 oleh perserikatan tuan tanah Irlandia tidak diikutsertakan dalam suatu kegiatan dikatakan orang itu diboikot, diperlakukan seperti tuan Boycott. Kata Llyoid seperti yang terdapat pada nama perusahaan pelayaran seperti Djakarta Lloyd dan Rotterdamse Lloyd diturunkan dari nama seorang pengusaha warung kopi di kota London pada abad XVII, yaitu Edward Lloyd. Warung kopi itu banyak dikunjungi oleh para pelaut dan makelar perkapalan. Maka dari itu namanya dipakai sebagai atribut nama perusahaan pelayaran yang searti dengan kata kompeni atau perserikatan, khususnya perserikatan pelayaran.
Kata Sandwich, yaitu roti dengan mentega dan daging di dalamnya, berasal dari nama seorang bangsawan Inggris Sandwich. Dia seorang penjudi berat, yang selalu membawa bekal berupa roti seperti di atas agar dia bisa tetap makan sambil tetap bermain.

2.1.5  Tempat Asal
Sejumlah nama benda dapat ditelusuri berasal dari nama tempat asal benda tersebut. Misalnya kata magnit berasal dari nama tempat Magnesia; kata kenari, yaitu nama sejenis burung, berasal dari nama pulau kenari di Afrika; kata sarden atau ikan sarden, berasal dari nama pulau Sardinia di Italia; kata klonyo berasal dari au de Cologne artinya air dari kuelen, yaitu nama kota di Jerman Barat.
Banyak juga nama piagam atau prasasti yang disebut berdasarkan nama tempat penemuannya seperti Piagam Kota Kapur, Prasasti Kedudukan Bukit, Piagam Telaga Batu dan Piagam Jakarta.
Selain itu ada juga kata kerja yang dibentuk dari nama tempat, misalnya, didigulkan yang berarti dibuang ke Digul di Irian jaya; dinusakambangkan, yang berarti di bawa atau dipenjarakan di Pulau Nusakambangan.
2.1.6 Bahan
Ada sejumlah benda yang namanya diambil dari nama bahan pokok benda itu. Misalnya, karung yang dibuat dari goni yaitu sejenis serat tumbuh-tumbuhan yang dalam bahasa latin disebut Corchorus capsularis, disebut juga goni atau guni.
Contoh lain, kaca adalah nama bahan. Lalu barang-barang lain yang dibuat dari kaca seperti kaca mata, kaca jendela, dan kaca spion. Bambu runcing adalah nama senjata yang digunakan rakyat Indonesia dalam perang kemerdekaan dulu. Bambu runcing dibuat dari bambu yang ujungnya diruncingi sampai tajam. Maka di sini nama bahan itu, yaitu bambu, menjadi nama alat senjata itu.

2.1.7 Keserupaan
Dalam praktik berbahasa banyak kata yang digunakan secara metaforis. Artinya kata itu digunakan dalam suatu ujaran yang maknanya dipersamakan atau diperbandingkan dengan makna leksikal dari kata itu.
Misalnya kata kaki pada frase kaki meja dan kaki kursi dan ciri “terletak pada bagian bawah”. Contoh lain kata kepala pada kepala kantor, kepala surat dan kepala meja. Disini kata kepala memiliki kesamaan makna dengan salah satu komponen makna leksikal dari kata kepala itu, yaitu “bagian yang sangat penting pada manusia” yakni pada kepala kantor, “terletak sebelah atas” yakni pada kepala surat, dan “berbentuk bulat” yakni pada kepala paku. Malah kemudian, kata-kata seperti kepala ini dianggap sebagai kata yang polisemi, kata yang memiliki banyak makna.

2.1.8 Pemendekan
Penamaan yang didasarkan pada hasil penggabungan unsur-unsur huruf dan beberapa suku kata yang digabungkan menjadi satu. Misalnya rudal untuk peluru kendali, iptek untuk ilmu pengetahuan dan teknologi, dan tipikor untuk tindak pidana korupsi. Kata-kata yang terbentuk sebagai hasil pemendekan ini lazim disebut akronim.
2.1.9 Penamaan Baru
Penamaan baru dibentuk untuk menggantikan kata atau istilah lama yang sudah ada karena kata atau istilah lama yang sudah ada dianggap kurang tepat, kurang rasional, tidak halus atau kurang ilmiah.
Misalnya, kata pariwisata untuk menggantikan kata turisme, darmawisata untuk piknik, dan karyawan untuk mengganti kata kuli atau buruh. Penggantian kata gelandangan menjadi tuna wisma, pelacur menjadi tuna susila, dan buta huruf menjadi tuna aksara adalah karena kata-kata tersebut dianggap kurang halus; kurang sopan menurut pandangan dan norma sosial. Proses penggantian nama atau penyebutan baru masih akan terus berlangsung sesuai dengan perkembangan pandangan dan norma budaya yang ada di dalam masyarakat.


2.2 Pengistilahan
Berbeda dengan proses penamaan atau penyebutan yang lebih banyak berlangsung secara arbitrer, maka pengistilahan lebih banyak berlangsung menurut satu prosedur. Ini terjadi karena pengistilahan dilakukan untuk mendapatkan “ketepatan” dan “kecermatan” makna untuk satu bidang kegiatan atau keilmuan. Istilah memiliki makna yang tepat dan cermat serta digunakan untuk satu bidang tertentu, sedangkan nama masih bersifat umum.
Misalnya kata <telinga> dan <kuping> sebagai nama yang dianggap bersinonim. Tetapi dalam bidang kedokteran telinga dan kuping digunakan sebagai istilah untuk acuan yang berbeda; telinga adalah alat pendengaran bagian dalam, sedangkan kuping adalah bagian luarnya.
Persyaratan istilah yang baik
1.      Pilih kata yang paling tepat untuk mengungkap konsep yang dimaksud
2.      Pilih kata yang paling singkat
3.      Pilih kata yang bernilai rasa (konotasi) baik
4.      Pilih kata yang sedap didengar
5.      “Mudah ditelusur-ulang” (sedapat mungkin)

2.3 Pendefinisian
Pendefinisaian adalah usaha yang dilakukan dengan sengaja untuk mengungkapkan dengan kata-kata akan suatu benda, konsep, proses, aktivitas, peristiwa, dan sebagainya. Berdasarkan taraf kejelasannya, definisi diklasifikasikan menjadi 5 yaitu:

2.3.1 Definisi Sinonimis
Suatu kata didefinisikan dengan sebuah kata lain yang merupakan sinonim dari kata tersebut. Contoh: kata ayah didefinisikan dengan kata bapak. Ketidakjelasan definisi ini adalah karena definisi yang diberikan bersifat berputar balik (circum of means).

2.3.2 Definisi Formal
Dalam definisi formal ini, konsep atau ide yang akan didefinisikan itu disebutkan terlebih dahulu sebuah ciri umumnya, lalu disebutkan pula sebuah ciri khusus yang menjadi pembeda dengan konsep atau ide lain yang sama ciri umumnya.
Misalnya kata bis
konsep/ide ciri umum Ciri khusus
Bis kendaraan umum dapat memuat banyak penumpang
Ciri khusus yang menjadi pembeda ini dapat berupa salah satu unsur yang terdapat pada konsep yang didefinisikan itu, seperti unsur kuantitas (misalnya banyak penumpang pada definisi bis), atau juga unsur tujuan, bahan, kegunaan, kerja, kualitas, dan sebagainya.
Definisi formal ini pada taraf tertentu memang sudah cukup jelas, tetapi pada taraf yang lebih jauh seringkali tidak memuaskan. Umpamanya definisi bis di atas yang dikatakan adalah kendaraan umum dan dapat memuat banyak penumpang. Definisi itu belum bisa menjelaskan bedanya bis dengan kereta api dan pesawat terbang.
Kelemahan definisi formal di atas dapat diatasi dengan pendefinisian yang lebih luas, yaitu dengan membuat definisi logis dan definisi ensiklopedis.

2.3.3 Definisi Logis
Definisi logis mengidentifikasi secara tegas objek, ide atau konsep yang didefinisikan itu sedemikian rupa, sehingga objek tersebut berbeda secara nyata dengan objek-objek lain. Definisi logis ini biasa terdapat dalam buku-buku pelajaran,  karena sifatnya  ilmiah.
Contoh:
Air adalah zat cair yang jatuh dari awan sebagai hujan, mengaliri sungai, menggenangi danau dan lautan, meliputi dua pertiga bagian dari permukaan bumi, merupakan unsur pokok dari kehidupan, campuran oxida hidrogen H2O, tanpa bau, tanpa bau, tanpa rasa dan tanpa warna, tetapi tampak kebiru-biruan pada lapisan yang tabal, membeku pada suhu nol derajat Celsius, mendidih pada suhu 100 derajat Celsius, mempunyai berat jenis maksimum pada 4 derajat Celsius.

2.3.4 Definisi Ensiklopedis
Definisi ensiklopedis lebih luas lagi dari definisi logis sebab definisi ensiklopedis ini menerangkan secara lengkap dan jelas serta cermat akan segala sesuatu yang berkenaan dengan kata atau konsep yang didefinisikan. Contoh:
Air adalah persenyawaan hidrogen dan oksigen, terdapat di mana-mana, dan dapat berwujud: (1). Gas, seperti uap air; (2). Cairan, seperti air yang sehari-hari dijumpai; (3). Padat, seperti es dan salju. Air merupakan zat pelarut yang baik sekali dan paling murah, terdapat di alam dalam keadaan tidak murni. Air murni berupa cairan yang tidak berbau, tidak berasa dan tidak berwarna. Pada suhu 4 derajat Celcius air mencapai maksimum berat jenis; dan 1 cm3 beratnya 1 gram. Didinginkan sampai nol derajat celcius atau 32 derajat Farenheit, air berubah menjadi es yang lebih ringan daripada air. Air mengembang sewaktu membeku. Bila dipanaskan sampai titik didih (100 derajat Celcius atau 212 derajat Fahrenheit), air berubah menjadi uap. Air murni bukanlah konduktor yang baik. Dia merupakan persenyawaan dua atom hidrogen dan satu atom oksigen; rumus kimianya H2O. Kira-kira 70% dari permukaan bumi tertutup air. Manusia, binatang, dan tumbuh-tumbuhan memerlukan air untuk hidup. Tenaga air mempunyai arti ekonomi yang besar.

2.3.5 Definisi Batasan/ Definisi Operasional
Jenis definisi lain banyak dibuat dan digunakan orang adalah definisi yang sifatnya membatasi (di sini kita sebut juga definisi batasan). Definisi ini dibuat orang untuk membatasi konsep-konsep yang akan dikemukakan dalam suatu tulisan atau pembicaraan. Oleh karena itu, sering juga disebut definisi operasional. Definisi ini hanya digunakan untuk keperluan tertentu, terbatas pada suatu topik pembicaraan, umpamanya:
Yang dimaksud dengan air dalam tulisan ini adalah zat cair yang merupakan kebutuhan hidup manusia sehari-hari, seperti untuk makan, untuk minum, mandi, dan cuci.
Yang dimaksud dengan air dalam pembahasan ini adalah segala zat cair yang terdapat di dalam tumbuh-tumbuhan, baik yang ada di dalam batang (seperti air tebu), maupun yang ada di dalam buah.



BAB III
KESIMPULAN

Dalam pembicaraan mengenai hakikat bahasa ada dikatakan bahwa bahasa adalah sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer. Menurut Aristoteles, penamaan atau pemberian nama adalah soal konvensi atau perjanjian belaka di antara sesama anggota masyarakat. Menurut Socrates, nama harus sesuai dengan sifat acuan yang diberi nama.
Sedangkan pendefinisaian adalah usaha yang dilakukan dengan sengaja untuk mengungkapkan dengan kata-kata akan suatu benda, konsep, proses, aktivitas, peristiwa, dan sebagainya. Pendifenisian dapat dikelompokkan menjadi 5 menurut taraf kejelasannya yaitu defenisi sinonimis, defenisi formal, deenisi logis, defenisi ensiklopedis, dan defenisi batasan atau defenisi oprasional.
Berbeda dengan proses penamaan atau penyebutan yang lebih banyak berlangsung secara arbitrer, maka pengistilahan lebih banyak berlangsung menurut satu prosedur. Ini terjadi karena pengistilahan dilakukan untuk mendapatkan “ketepatan” dan “kecermatan” makna untuk satu bidang kegiatan atau keilmuan. Istilah memiliki makna yang tepat dan cermat serta digunakan untuk satu bidang tertentu, sedangkan nama masih bersifat umum.



DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 2002. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta
Muliono, Anto.dkk. 2007.  Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Jakarta : Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.
Tarigan , Henry Guntur . Pengajaran Semantik.1986.Bandung :  Angkasa bandung.
http://tantrapuan.wordpress.com/2009/05/13/penamaan-pengistilahan-dan-pendefinisian/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar